PERILAKU DALAM TEORI SOSIAL
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Akhlak 2
Dosen
Pengampu: Ahmad Muthohar, M.
Ag
Disusun
oleh:
Tarqiyah Ulfa (103111101)
Tri Isnaini (103111103)
Mahmud
Yunus Mustofa (103111058)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
PERILAKU DALAM TEORI SOSIAL
I.
PENDAHULUAN
Manusia merupakan
mahluk Tuhan yang paling special, special disini karena manusia penuh dengan
dinamika. Dinamika manusia merupakan sebuah ungkapan atau hasil dari pemberian
tuhan yang sangat berharga yaitu akal. Dengan akal inilah manusia berdinamika
tentunyadengsn mahluk lain.
Kelangsungan hidup
manusia sebagai mahluk social tidak terlepas dari kemampuanya mengatur alam
ini. Selanjutnya manusia juga sebagai mahluk social memiliki sikap, perilaku,
kemauan, emosi, orientasi dan juga potensi.
Dalam hal ini, berkaitan dengan manusia
sebagai mahluk social tentunya memerlukan sebuah interaksi dan interaksi
tersebut tentunya juga berhubungan erat dengan perilaku dari manusia itu.
Perilaku manusia dalam dunia social ini juga memiliki andil besar dalam
kelangsungan hidupnya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Pengertian Perilaku
Manusia?
B. Bagaimana Perilaku dalam Teori Sosial ?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan respons dari
stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku
yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif dalam menentukan
perilaku yang diambilnya. Hubungan antara stimulus dan respons ini tidak
berlangsung secara otomatis tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan
perilakunya. [1]
Manusia dalam hal ini berarti memiliki kemampuan untuk menentukan perilakunya, dan
tentunya penentuan itu menggunakan akal manusia yang merupakan hadiah terbesar
dari Tuhan, Setelah manusia mendapatkan stimulus seperti yang dikatakan tadi
pada saat itu juga manusia berhak untuk menentukan perilakunya. Dan itu semua
tentunya dilandaskan dengan kesadaran, karena ketika orang tersebut melakukan
sesuatu tanpa dilandasi dengan adanya kesadaran atau bisa dikatakan hilang
kesadaranya, maka hal tersebut tidak bisa
dikatakan sebagai perilaku.
Dalam buku lain juga disebutkan tentang
perilaku manusia sebagai berikut : Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi
dari interaksi antara individu dengan ligkunganya. Dalam Al-Quran disebutkan
tentang dasar-dasar akhlakul karimah sebagaiman tertera dalm surat Al-A’rof
ayat 199: yang artinya “jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah
dari orang-orang yang bodoh.” [2]
Semua perilaku pada dasarnya dibentuk atas
intelegensi dan pengalamannya, jadi ketika seorang individu mengalami
intelegensi yang tinggi serta memiliki pengalaman yang banyak maka prilaku
individu tersebut biasanya akan berbeda dengan orang yang minim dengan
keduanya. Kita sering mendengar guru kita menyebutkan istilah “ilmu padi”. Yang
berarti ketika seseorang memiliki ilmu yang banyak dianjurkan untuk rendah
diri, ini berkaitan dengan perilaku individu ketika sorang individu memiliki
intelegensi yang tinggi seharusnya dia mampu menerapkan teori padi tersebut,
namun kenyataanya masih saja orang yang belum bisa menerapkan teori tersebut.
Myers (1983) berpendapat bahwa perilaku itu
merupakan sesuatu yang akan kena banyak pengaruh dari lingkungan. Demikian pula
sikap yang diekspresikan (ekspressed
attitudes) juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Sedangkan ekspressed attitudes adalah
merupakan perilaku.[3] Dalam
hal ini ketika kita bericara tantang perilaku pasti ada istilah yang sering
kita dengar dan familiar dengan istilah perilaku adalah sikap. Perlu diketahui
bahwa orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang yang diukur
adalah yang nampak, dan yang nampak tersebut adalah perilaku.
B. Perilaku dalam Teori Sosial
Manusia tentunya
tidak akan terlepas dengan individu lain, dalam hal ini adalah berperilaku,
ketika perilaku dikaitkan dengan teori social maka akan ditemukan berbagai
macam asumsi-asumsi atau pendapat terkait hal tersebut. Dan teori ini tidak
bisa dilepaskan dari ide yang pernah dilontarkan oleh para pendahulu misalnya
Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill. Berdasarkan ide-ide mereka
tersebut dikembangkanlah asumsi-asumsi yang mendasari teori tingkah laku
social. Antara lain:
1. Manusia pada dasarnya tidak mencari
keuntungan maximum, tetapi mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari
adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain.
2. Manusia tidak bertindak secara rasional
sepenuhnya, tetapi dalam setiap hubungan dengan manusia lain, mereka senantiasa
berfikir untung dan rugi.
3. Manusia tidak memiliki informasi yang
mencakup semua hal, sebagai dasar untuk mengembangkan alternatif, tetapi mereka
ini paling tidak memiliki informasi meski terbatas yang bisa untuk
mengembangkan alternatif guna memperhitungkan untung rugi tersebut.
4. Manusia senatiasa berada pada serba
keterbatasan, tetapi mereka ini tetap berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan
dalam transaksi dengan manusia lain.
5. Meski manusia senantiasa berusaha
mendapatkan keuntungan dari hasil interaksi dengan manusia lain, tetapi mereka
dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia.
6. Manusia berusaha memperoleh hasil dalam
wujud material, tetapi mereka juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu
yang bersifat non material, misalnya: emosi, perasaan suka, sentimen, dan
lain-lain.[4]
Berdasarkan asumsi-asumsi
tersebut sudah jelas bahwa manusia pada dasarnya sangat membutuhkan pihak lain
atau manusia lain untuk mengambil sebuah keuntungan, baik itu keuntungan
materiil ataupun moril. Pantas saja jika manusia disebut sebagai mahluk social.
Kemudian teori ini juga memiliki
bentuk-bentuk social, bentuk-bentuk social tersebut adalah :
1. Proposisi keberhasilan, dalam segala hal
yang dilakukan seseorang, semakin sering suatu tindakan mendapakan ganjaran
(mendapat respon yang positif dari orang lain), maka akan semakin sering pula
tindakan dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
2. Proposisi Stimulus, Jika stimulus tertentu
merupakan kondisi dimana tindakan seorang mendapatkan ganjaran, maka semakin
serupa stimulus yang ada dengan stimulus tersebut akan semakin besar
kemungkinannya bagi orang itu untuk mengulang tindakannya seperti yang ia
lakukan pada waktu yang lalu.
3. Proposisi nilai, semakin bermanfaat hasil
tindakan seseorang bagi dirinya, maka akan semakin besar kemungkinan tindakan
tersebut diulangi.
4. Proposisi kejenuhan-kerugian, semakin
sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka ganjaran tersebut akan
menjadi tidak bermakna.
5. Proposisi persetujuan-perlawanan,
a. Jika seseoramg tidak mendapat ganjaran
seperti yang ia inginkan, atau mendapat hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan
menjadi marah, dan akan menjadi besar kemungkinan bagi orang tersebut untuk
mengadakan perlawanan atau menentang, dan hasil dari perilaku semacam ini akan
menjadi lebih berharga bagi dirinya.
b. Bila tindakan seseorang mendatangkan
ganjaran seperti yang ia harapkan bahkan berlebihan, atau tindakan tersebut
tidak mendatangkan hukuman seperti keinginannya, maka ia kan merasa senang, dan
akan semakin besar kemungkinannya bagi orang tersebut orang tersebut
menunjukkan perilaku persetujuan terhadap perilaku yang dilakukan dan hasil
dari perilaku semacam ini akan semakin berharga bagi dirinya.[5]
Bentuk-bentuk perilaku tersebut sangatlah jelas berkaitan dengan apa yang
manusia itu dapatkan, semakin dia puas akan hasil yang ia dapatkan maka
perilaku yag nampakpun akan berbeda ketika dia tidak mendapatkan keuntugan.
Namun yang paling penting apapun hasil yang di dapat oleh individu, setiap
individu haruslah selalu menanamkan rasa untuk terus mengembangkanya.
Perilaku ini juga berdasarkan sebuah asumsi bahwa tidak ada manusia yang
sama dan tentunya perilakunyapun berbeda, nah ketika terjadi perbedaan perilaku
tersebut biasanya menimbulkan sebuah masalah atau problem. Masalah-masalah ini
nantinya akan memengaruhi lingkungan hidupnya, dan biasanya juga berimbas pada
kebudayaan. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Broinslaw Malinowski bahwa
manusia dihadapi dengan persoalan yang meminta pemecahan serta penyelesaian
olehnya. Terutama usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya (survive).[6]
Jadi perilaku manusia dalam kehidupan social sangat berimbas pada sebuah
kebudayaan.
Dan yang paling penting sebenarnya berkaitan dengan perilaku manusia
adalah tentang adanya sebuah ganjaran dan hukuman, seperti yang telah dipahami
tadi mengenai asumsi-asumsi dan bentuk perilaku, tidak dipungkiri bahwa manusia
memerlukan adanya reward dan punishment. Ketika manusia mendapatan reward atau
ganjaran maka perilaku yang timbul atau ditunjukkanpun tentunya bagus, berbeda
ketika ia mendapatkan sebuah punishment tentunya kekecewaan yang akan muncul.
C. KESIMPULAN
Perilaku manusia merupakan
respons dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk
menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif
dalam menentukan perilaku yang diambilnya. Hubungan antara stimulus dan respons
ini tidak berlangsung secara otomatis tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan
perilakunya dan dalam penentuan ini manusia manggunakan anugerah terbesar oleh
Tuhan yaitu akal.
Sedangkan bentuk-bentuk
perilaku dalam teori sosial antara lain: Proposisi keberhasilan, Proposisi
Stimulus, Proposisi nilai, Proposisi kejenuhan-kerugian, Proposisi
persetujuan-perlawanan. Dan berkaitan dengan perilaku manusia adalah
tentang adanya sebuah ganjaran dan hukuman, seperti yang telah dipahami tadi
mengenai asumsi-asumsi dan bentuk perilaku, tidak dipungkiri bahwa manusia
memerlukan adanya ganjaran (reward)
dan hukuma (punishment)
D. PENUTUP
Makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin....
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Bimo Walgito, “Psikologi Sosial”,
(Jogjakarta: Andi Offset, 2002), hlm. 13-14
[2] Veithzal
Rivai, “Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003), hlm.222.
[3]
Bimo Walgito. Op. Cit. hlm.108
[4]
Zamroni, Pengantar Pengembangan
Teori Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992), Cet.1, hlm. 66
[5]
Ibid. hlm. 66-67
[6]
Phil Astrid Susanto, “ Pengantar
Sosiologi dan Perubahan Sosial”, (Bina Cipta: 1983), hlm.122